Jumat, 19 Maret 2021

Tugas Akuntansi Forensik dan Audit investigasi

 

Nama : Sylvi Febrina

Npm    : 25217870

Kelas   : 4EB11

 

·        CPI – Corruption Perception Index

Corruption Perception Index (CPI) merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi. Sejak diluncurkan pada tahun 1995, CPI telah digunakan oleh banyak negara sebagai rujukan tentang situasi korupsi dalam negeri dibandingkan dengan negara lain. Tujuan dari lembaga survei CPI adalah untuk mengingatkan  bahwa korupsi masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia. Objek dari lembaga survei CPI ini Corruption Perception Index mengukur persepsi korupsi yang dilakukan politisi dan pejabat publik.

 






Hasil survey pada tahun 2020 yaitu Corruption Perception Index  memberi peringkat 180 negara. Indeks ini menunjukkan urutan-urutan negara sesuai dengan persepsi urutan-urutan tingkat korupsi yang dilakukan pegawai negeri dan kaum politisi. Survei ini mencerminkan persepsi dan pandangan pengusaha dan analis di seluruh dunia. Korupsi yang dimaksud dalam survei ini yaitu penyalahgunaan jabatan oleh pegawai dan kaum politisi untuk kepentingan pribadi. Survei ini tidak membedakan korupsi yang bersifat administratif atau politis, atau antara korupsi besar atau kecil. pada tahun 2020,Indonesia menduduki skor 37 dengan ranking 102 dari 180 negara, menurun tiga point dari tahun sebelumnya. Melihat dari penurunan skor pada indeks CPI Indonesia gerdapat 5 indikator yang merosot dalam penghitungan indeks antara lain Varieties of Democracy Project (dari peringkat 28 menjadi 26), tiga indikator yang stagnan antara lain World Economic Forum EOS (masih di peringkat 46), dan satu indikator naik, yaitu World Justice Project – Rule of Law Index (dari peringkat 21 menjadi 23).

·         GCB - Global Corruption Barometer

Global Corruption Barometer (GCB) merupakan survei mengenai opini publik terkait korupsi dan praktik suap berdasarkan persepsi dan pengalaman masyarakat di masing-masing negara, salah satunya adalah Indonesia. Survei yang sebelumnya juga dilakukan pada tahun 2017 dan 2013 ini menilai berbagai praktik korupsi dan suap seperti koneksi personal, institusi yang paling korup, tingkat korupsi dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi, dan peran masyarakat dalam membuat perubahan untuk memberantas korupsi.

Survei GCB Indonesia dilakukan pada periode 15 Juni sampai 24 Juli 2020 yang dilakukan via telepon melalui metode Random Digital Dialing (RDD) dengan menggunakan kontrol kuota sebagai pendekatan sampelnya mengingat kondisi pandemi Covid-19. Survei di Indonesia melibatkan 1000 responden dengan usia di atas 18 tahun yang turut melibatkan latar belakang pendidikan, gender, dan lokasi. Komposisi responden di Indonesia terdiri dari 50,3% perempuan dan 49,7% laki-laki serta persentase kelompok usia terbanyak 38,2% dalam rentang usia 26-35 tahun. Berikut 10 temuan utama GCB indonesia pada tahun 2020

 

1.   Kinerja Pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi dianggap stagnan 

Lebih dari 90% responden merasa korupsi di tubuh Pemerintah merupakan masalah

besar, jauh diatas rerata Asia (74%).



 

 

2.      Hanya 51% publik yang disurvei menilai kinerja KPK cukup baik dalam satu tahun terakhir. 

Sejalan dengan tren menurunnya tingkat kepercayaan publik .Meski begitu, KPK memiliki modal sosial besar karena lebih dari 90% responden tahu mengenai KPK. Kehadiran Anti-Corruption Agencies (ACA) di Asia dianggap krusial dalam menopang agenda pemberantasan korupsi, dimana tingkat penerimaan di Asia mencapai persentase 63%



3.      DPR dipersepsikan sebagai lembaga terkorup di Indonesia.

Sejalan dengan tren di Asia, Parlemen merupakan institusi publik yang paling korup. Dibandingkan pengukuran GCB 2017, seluruhnya cukup turun signifikan, kecuali persepsi pada Pemerintah Daerah yang naik 1%.Di Kepolisian dan Pengadilan, ada gejala reformasi walaupun tidak signifikan



 

4.Sebanyak 3 dari 10 responden mengaku pernah membayar suap ketika mengakses layanan publik. 

Tingkat suap di Indonesia tertinggi ke-3 diantara 17 negara Asia yang disurvei; tidak turun signifikan dari hasil GCB 2017. Alasan membayar suap karena sebagai tanda terima kasih (33%), memang diminta membayar biaya yang tidak resmi (25%), dan ditawari agar membayar suap demi proses yang lebih cepat (21%). Lebih dari 90% mengakui tidak pernah melaporkan praktik suap yang dialaminya. Selama pandemi Covid-19, sebesar 97% responden tidak pernah memberikan suap.








5.   Pengalaman suap masyarakat paling tinggi terjadi di layanan Kepolisian (41%), jauh diatas rata-rata Asia (23%).

Pengalaman suap untuk layanan di Kepolisian, Dukcapil, dan Sekolah kembali naik dibandingkan GCB 2017. Rumah Sakit/Puskesmas merupakan layanan dengan pengalaman suap terendah (19%), namun tidak ada penurunan signifikan dari pengukuran sebelumnya. Mayoritas warga berusia muda mengaku pernah melakukan suap dalam satu tahun terakhir, yakni 18-24 (45%) dan 25-34 (30%) jauh diatas ratarata Asia (masing-masing 22% dan 19

 






6.   Lebih dari 80% responden yang disurvei menganggap koneksi pribadi penting jika ingin mendapatkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.

Penggunaan koneksi pribadi untuk mengakses layanan publik di Indonesia merupakan proporsi tertinggi kedua setelah India. 1 dari 2 responden pernah menggunakan koneksi pribadi dalam mengakses layanan publik selama satu tahun terakhir. Layanan publik untuk dokumen identitas paling banyak menggunakan koneksi pribadi (36%)




7.   1 dari 3 responden mengaku pernah ditawari untuk menjualbelikan suaranya ketika Pemilu, baik pemilihan Presiden, Legislatif, dan Kepala Daerah selama lima tahun terakhir. 

Mayoritas responden yang pernah mengalami, mengaku pernah ditawari hingga satu sampai dua kali. Tingkat vote-buying di Indonesia (26%) hampir dua kali lipat rerata Asia (14%)




8.   Lebih dari setengah korban pemerasan seksual yang mengakses layanan publik adalah perempuan 

Sextortion adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual dan sering kali terjadi sebagai imbalan atas layanan publik, seperti layanan kesehatan atau pendidikan. Bersifat korban langsung atau pernah mendengar.Indonesia merupakan negara dengan tingkat sekstorsi tertinggi di Asia (18%), diikuti dengan Sri Lanka (17%) dan Thailand (15%), dua kali lipat diatas rerata Asia (8%).Contoh:

 1. Kasus dua petugas polisi di Malang, Jawa Timur, pada 2016. 

 2. Mantan hakim, Setyabudi Cahyo, memeras secara seksual dan divonis korupsi pada
          2009 dan 2010. 

3. Baru-baru ini , selama pandemi COVID-19, seorang penumpang maskapai
          perempuan diperas secara seksual oleh dokter di bandara sebagai imbalan untuk
          mendapatkan akses hasil tes COVID-19 yang cepat.





9.   Sebanyak hampir 60% responden meyakini bahwa warga biasa dapat membuat perubahan

     Optimisme ini turun dari GCB 2017 yang sebesar 78%. Lebih dari 60% warga biasa mengaku takut akan ada pembalasan jika melaporkan kasus korupsi, hampir naik dua kali lipat dari hasil GCB 2017. Sebesar 66% responden tidak yakin laporan korupsi akan ditindaklanjuti










10.              Kurang dari setengah responden sadar bahwa dirinya memiliki hak atas akakses informasi publik

8 dari 10 responden tidak pernah melakukan permintaan informasi. Kurang dari 50% warga yakin Pemerintah mempertimbangkan masukan dari publik.

·         Bribe Payers Index (BPI)

Bribe Payers Index (BPI) 2011 memberi peringkat pada 28 negara pengekspor terkemuka tentang kemungkinan bisnis multinasional yang mereka lakukan menggunakan suap saat beroperasi di luar negeri. Peringkat tersebut dihitung dari beberapa tanggapan para pengusaha terhadap dua pertanyaan di Survei Opini Eksekutif Forum Ekonomi Dunia.

 

Pertanyaan pertama menanyakan negara yang digunakan oleh asing untuk berbisnis, manakah perusahaan milik asing yang terbanyak melakukan bisnis. Pertanyaan kedua adalah: "Menurut pengalaman Anda, sejauh mana perusahaan dari negara yang Anda pilih melakukan pembayaran tambahan atau suap tanpa dokumen?" Jawaban harus diberikan dalam skala 1 (suap adalah hal biasa atau bahkan wajib) sampai 10 (suap tidak diketahui). Peringkat BPI adalah skor rata-rata, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih rendah untuk menggunakan suap.

 

Ekspor global gabungan mereka mewakili 75 persen dari total dunia pada tahun 2006. Negara-negara yang telah membayar lebih sedikit suap memiliki BPI yang lebih tinggi.

 



 

Indonesia berada pada peringkat 25 dengan rata-rata skor 7,1 diatas Mexico, Cina, dan Rusia. 

 

·        PERC (Political and Economic Risk Consultancy)

PERC mengkoordinasikan tim peneliti dan analis di negara-negara ASEAN, China Raya, dan Korea Selatan. Beberapa perusahaan dan lembaga keuangan terkemuka dunia secara teratur menggunakan layanan PERC untuk menilai tren utama dan masalah kritis yang membentuk kawasan ini, untuk mengidentifikasi peluang pertumbuhan, dan untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk memanfaatkan peluang ini.



·         Global Competitiveness Index

Global Competitiveness Index, membuat laporan tahunan yang diterbitkan oleh Forum Ekonomi Dunia yang disebut Global Competitiveness Reports. 

The Global Competitiveness Index mengintegrasikan ekonomi makro dan aspek atau usaha mikro dari daya saing tiap negara menjadi sebuah statistik tunggal.

Laporan tersebut akan menilai kemampuan negara untuk memberikan tingkat kemakmuran yang tinggi kepada warga negaranya. Semua tergantung pada seberapa produktif suatu negara dapat mengelola dan menggunakan sumber daya yang tersedia dengan efektif dan efisien.



 

Indonesia berada peringkat 50 dengan skor 64,6. Hal ini menurun dari tahun sebelumnya, sedangkan tahun sebelum-sebelumnya hanya memposting 30 besar peringkat negara yang ada.

 

Daftar pustaka

https://www.transparency.org/en/cpi/2020/media-kit    

https://risk-indexes.com/

https://www.transparency.org/en/content/download/9757/71853/version/1/file/BPI-2006-Analysis-Report-270906-FINAL.pdf

http://www3.weforum.org/docs/WEF_TheGlobalCompetitivenessReport2019.pdf

https://web.archive.org/web/20090326205427/http://www.weforum.org/en/initiatives/gcp/FAQs/index.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar